Saat Mpu Supo Mandrangi tengah membuat sebilah keris Pusaka Legendaris Keris Kyai Setan Kober ini, saat sang mpu sedang mengheningkan cipta untuk memasukkan daya magis pada keris tersebut, konsentrasi Mpu Supo Mandrangi terganggu oleh rengekan para jin yang mengakibatkan keris pusaka yang sedang dibuatnya tersebut menjadi tidak sempurna. Mpu Supo Mandrangi kemudian menamakan keris tersebut sebagai Keris Kyai Setan Kober, atau lengkapnya 'Bronggot Setan Kober’.
Keris tersebut kemudian dimiliki oleh Djafar Shodiq atau Sunan Kudus yang kemudian diberikan pada murid kesayangannya yang bernama Arya Penangsang, Adipati Jipang Panolan. Keris Pusaka Setan Kober sangat ampuh , tapi membawa hawa (perbawa) panas sehingga yang membawa keris tersebut akan mudah marah . Sifat pemarah Arya Penangsang pun sebenarnya terbawa oleh hawa perbawa pusakan Kyai Setan Kober itu.
Konon, pada suatu saat, Arya Penangsang mengirim empat orang utusan untuk membunuh saingan beratnya, yaitu Hadiwijaya, menantu Sultan Trenggana yang menjadi bupati Pajang. Mereka dibekali keris pusaka Kyai Setan Kober. Ketika keempat orang suruhan Arya penangsang masuk ke kamar Hadiwijaya, Hadiwjaya terbangun dan melemparkan selimutnya ke arah ke empat orang suruhan Arya penangsang tersebut, dan terjadilah perkelahian di antara mereka. Empat orang suruhan Arya Penangsang tersebut akhirnya dapat dikalahkan oleh Hadiwijaya. Setelah mereka mengaku, Hadiwijaya memaafkanya dan memberikan sejumlah uang untuk bekal kembali ke Jipang Panolan.
Hadiwijaya ganti mendatangi Arya Penangsang untuk mengembalikan keris Setan Kober. Keduanya lalu terlibat pertengkaran dan didamaikan oleh Sunan Kudus. Hadiwijaya kemudian pamit pulang, sedangkan Sunan Kudus memerintahkan Arya Penangsang untuk berpuasa 40 hari untuk mendinginkan amarahnya yang labil.
Dalam perjalanan pulang ke Pajang, rombongan Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja tempat Ratu Kalinyamat bertapa. Ratu Kalinyamat mendesak Hadiwijaya agar segera menumpas Arya Penangsang. Ia yang mengaku sebagai pewaris takhta Sunan Prawoto berjanji akan menyerahkan Demak dan Jepara jika Hadiwijaya menang.
Hadiwijaya segan memerangi Penangsang secara langsung karena merasa sebagai sesama anggota keluarga Demak. Maka diumumkanlah sayembara, barangsiapa dapat membunuh bupati Jipang tersebut, akan memperoleh hadiah berupa tanah Pati dan Mataram.
Kedua kakak angkat Hadiwijaya, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi mendaftar sayembara. Hadiwijaya memberikan pasukan Pajang untuk membantu karena anak angkatnya, yaitu Sutawijaya (putra kandung Ki Ageng Pemanahan) ikut serta.
Ketika pasukan Pajang datang menyerang Jipang, Arya Penangsang sedang berpesta merayakan keberhasilannya berpuasa 40 hari. Surat tantangan atas nama Hadiwijaya membuatnya tidak mampu menahan emosi. Meskipun sudah disabarkan Arya Mataram, Penangsang tetap berangkat ke medan perang.
Perang antara pasukan Pajang dan Jipang terjadi di dekat Bengawan Sore. Perut Penangsang robek terkena tombak Kyai Plered milik Sutawijaya. Meskipun demikian Penangsang tetap bertahan. Ususnya yang terburai dililitkannya pada gagang keris yang terselip dipinggang.
Sutawijaya terkesan menyaksikan betapa gagahnya Arya Penangsang dengan usus terburai yang menyangkut pada hulu kerisnya. Ia lalu memerintahkan agar anak laki-lakinya, kalau kelak menikah meniru Arya Penangsang, dan menggantikan buraian usus dengan rangkaian atau ronce bunga melati, dengan begitu maka pengantin pria akan tampak lebih gagah, dan tradisi tersebut tetap digunakan hingga saat ini.
Penangsang berhasil meringkus Sutawijaya. Saat mencabut keris Setan Kober untuk membunuh Sutawijaya, usus Arya Penangsang terpotong sehingga menyebabkan kematiannya.
Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
Akan tetapi sengaja disusun laporan palsu bahwa kematian Arya Penangsang akibat dikeroyok Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi, karena jika Sultan Hadiwijaya sampai mengetahui kisah yang sebenarnya (bahwa pembunuh Bupati Jipang Panolan adalah anak angkatnya sendiri), dikhawatirkan ia akan lupa memberikan hadiah.
Sampai sekarang keberadaan keris ini tak diketahui, seperti halnya Keris Mpu Gandring yang misterius. Padahal keris-keris maupun pusaka-pusaka legendaris pada masa kuno diwarisi oleh Kraton Surakarta maupun Kraton Yogjakarta tapi untuk keris Setan Kober ini nggak ada pernah diceritakan setelah kematian Arya Penangsang. Demikian juga "dapur" atau model Keris Setan Kober juga tak di tiru oleh para Empu-Empu keris. Ada kepercayaan bahwa keris yang telah dipakai untuk membunuh orang-orang penting pada masa lalu sengaja dimusnakan karena kalau tak dimusnakan akan membawa sial sebab diaggap telah "haus darah".